search

Kamis, 30 Desember 2010

Ingin menguatkan saja...

Setelah lama mendengar semua hal berhubungan dengan Zina, baik itu zina hati, mata,dan lain sebagainya yang bnyak orang tidak percaya.. apa iya ada yang dikatakan dengan zina hati. mata, telinga,dll. ketemu nih referensinya,...

“Anak Adam tidak bisa lepas dari perbuatan (yang mengantarkannya kepada) zina, yang pasti akan menimpanya, yaitu zina mata adalah dengan melihat (aurat lawan jenisnya), zina telinga adalah dengan mendengar (kata-kata porno, rayuan dari wanita/pria yang bukan suami/istri), zina lidah adalah dengan ucapan (menggoda lawan jenis dengan rayuan dan kata-kata kotor/porno), zina tangan adalah dengan bertindak kasar, zina kaki adalah dengan berjalan (ke tempat maksiat), dan farji (kemaluan) yang menerima dan menolaknya,”(HR. Muslim).


so????

Kami beriman, maka kami berjilbab!


Syahadah bagi tiap muslim adalah sebuah janji terbesar, dari hamba kepada Tuhannya. Janji terdalam dan teragung untuk menaati tiap perintah dan meninggalkan tiap laranganNya. Janji setia untuk mengikuti tiap sabda RasulNya, Muhammad saw.  Janji telah diikrarkan lalu ketaatan dilakukan. Lalu serupalah lisan dengan perbuatan. Itulah iman.

Menutup aurat dan berjilbab (pakaian longgar, panjang, bukan potongan, semacam jubah, mirip gamis) bagi tiap muslimah adalah kewajiban. Tidak ada sanggahan yang bisa diberikan untuk menyangkal kewajiban ini.
Oya, biar lebih jelas, jilbab bermakna milhâfah (baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis), kain (kisâ’) apa saja yang dapat menutupi, atau pakaian (tsawb) yang dapat menutupi seluruh bagian tubuh. Di dalam kamus al-Muhîth dinya­takan demikian: Jilbab itu laksana sirdâb (tero­wongan) atau sinmâr (lorong), yakni baju atau pakaian yang longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung. Moga aja setelah ini nggak kebalik-balik lagi ketika membedakan antara jilbab dan kerudung. Jadi, bagi kamu yang baru sekadar pake kerudung, buruan lengkapi dengan jilbab ya. Ok?
Salmah meriwayatkan  bahwa Asma binti Abu bakar ra. pernah menemui Nabi saw. seraya menggunakan pakaian tipis. Melihat itu, beliau saw. memalingkan wajah kemudian memberi nasihat: “Wahai Asma’, sesungguhnya kalau sudah aqil baligh, wanita tidak patut memperlihatkan tubuhnya yang manapun kecuali ini dan ini” kata beliau sambil menunjuk muka dan kedua tangannya.
Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Dan katakalah kepada para perempuan beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak pada dirinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” (QS an-Nuur [24]: 31)

Dalam ayat yang lain Allah Swt.  berfirman: “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu.” (QS al-Ahzab [33]: 59)
Berjilbab seharusnya dilakukan karena kesadaran bahwa itu perintah Allah. Tapi, nggak jarang juga yang cuma modal ikut-ikutan. Kayaknya pake busana muslim asyik, deh. Kayaknya bikin makin cantik dan anggun, deh. Wah, kalau kayak gitu bisa bahaya, Non! Modalnya cuma ikut-ikutan, tahannya bisa jadi cuma sebentar deh.  Kalau nggak segera lurusin niat dan mengkaji lebih dalam soal jilbab, bisa jadi pakai jilbab bongkar-pasang, atau malah lepas beneran. Na’udzubillahi min dzalik.

Berjilbab sebagai salah satu buah keimanan seharusnya nggak hanya sampai permukaan. Karena memang jilbab bukan sekadar pakaian, dan berjilbab bukan sekadar berpakaian. Berjilbab semestinya jadi pemicu bagi kita untuk mau menyegerakan diri menjadi hamba Allah yang lebih baik. Jadi nggak ada ceritanya udah berjilbab eh tapi masih pacaran. Atau udah berjilbab tapi masih seneng datang ke konser yang campur-baur antara laki-laki dan perempuan plus jingkrak-jingkrakan. Weleh. Nggak banget tuh!

Terus ada yang kasih pendapat, kalo gitu mendingan nggak berjilbab dunks yang penting kan jadi makhluk lemah lembut, manis, baik hati, dan nggak sombong! Heuheuheu… Ya nggak gitu juga, dong. Nggak berjilbab en nggak pacaran, tetep dosa. Dosa karena nggak pake jilbab. Berjilbab tapi masih suka pacaran juga tetep dosa. Dosa karena pacarannya. Jadi gimana dong? Kembali lagi ke soal jilbab sebagai buah keimanan tadi. Berjilbab seharusnya menjadi pintu gerbang bagi kita untuk semakin terdepan dalam praktek keislaman. Berjilbab bukan sebagai penutup atau garis finish dari segala performa kesolehan yang sudah kita tunjukkan. Kita baii…k dulu dalam semua hal barulah ditutup atau disempurnakan dengan jilbab. Nggak kayak gitu, Sista!

Sekali lagi berjilbab adalah pintu gerbang, merupakan garis start untuk melakukan amal sholih berikutnya, dan seterusnya. Sehingga setekah berjilbab seharusnya seorang cewek terus terpacu untuk menggali ilmu Islam lebih dalam. Jadi lebih konsisten dalam mempelajari khasanah pemikiran Islam. Proses belajar tiada henti terus dijalani. Ending-nya hanya ketika kematian datang.
Nah, sekarang tinggal instropeksi diri. Udah berjilbab tapi masih males datang ke pengajian? Udah berjilbab tapi masih bikin susah ortu? Udah berjilbab tapi masih seneng hang-out bareng temen-temen cowok? Udah berjilbab tapi masih itung-itungan untuk beramal? Hmm … jawaban iya en nggaknya masing-masing aja ya dan segera bikin rencana perubahan sesuai dengan jawaban masing-masing. Yang pasti semua rencana yang udah dibuat nanti harus direalisasikan sebagai wujud pembuktian atas satu kalimat yang telah diucapbersama dengan yakin dan mantap: KAMI BERIMAN, MAKA KAMI BERJILBAB! Allahu Akbar! Ayo, mulai buktikan ya! 
[nafiisah fb: http://sastralangit.wordpress.com]

Rabu, 29 Desember 2010

Cara jitu , kalo lagi kena nerakanya Hati

assaammu'alaikum sob..
kali ini Annisa' Corp ngebahas gimana sih seharusnya klo kita tu para wanita terserang virus!??
 hohooo...
check this out,

Cewek naksir cowok? Wajar nggak sih? Trus, gimana pelampiasannya? Minta dipacarin? Eit…tunggu dulu. Jangan terburu nafsu, Non! Simak abis dulu yang satu ini, baru menentukan tindakan. Setuju?
Kalau cowok naksir cewek, trus ngajak pacaran, itu sih udah jamak bin umum banget. Soalnya kaum Adam emang dianggap berhak duluan menyatakan perasaannya. Cewek naksir cowok, sebetulnya juga udah relatif biasa. Apalagi di jaman pergaulan sekuler kayak sekarang. Tapi, kalau menyatakan perasaan duluan, sampai minta dipacarin, nah, itu masih jadi gontok-gontokan. Ada yang bilang itu sih amit-amit. Tapi, banyak juga kok yang setuju. Bingung? Kita tanya yuk pendapat kawan-kawan Permata.
Listia, gadis sweet seventeen ini mengatakan, sah-sah aja cewek naksir cowok, lalu menyatakan perasaannya duluan. “Sekarang kan jamannya udah beda. Udah emansipasi dong! Jadi nggak hanya cowok yang boleh ngomong cinta duluan, cewek juga boleh kok, asal kagak malu aja,” begitu Tia -sapaan beken di kalangan gengnya-beralasan. Meski tanpa menyertakan dalil, apalagi hasil survey seperti kuis Family 100, Tia meyakinkan bahwa banyak temen-temennya yang menganut ‘aliran’ itu.? Termasuk kamu dong? ”Lha, iyalah! Saya kan pelopornya boo…,” ujarnya bangga. (Pantesan gacoannya banyak banget. Di kelas punya pacar, tetangga juga ada, di pasar, di pinggir jalan, di emper toko, bahkan tukang siomay jadi korbannya).
Desma, pelajar SMU di Bogor punya pandangan sedikit beda. Doi sih nggak memungkiri kalau cewek bisa jatuh hati duluan ama cowok. Namanya juga punya ati. Kalau ditekan, bisa makan hati dong! “Tapi kalau musti nyatain perasaan duluan, itu sih kurang manis. Gengsi dong! Kesannya jadi kitanya yang agre (padahal emang iya, kan?). Mending lewat perantara aja, misalnya bisa minta tolong temen deket cowok itu buat nyelidiki, gimana perasaan dia,” ulasnya panjang dan lebar.
Sambil membenarkan letak kacamata minusnya Desma menambahkan, kalau cewek menyatakan perasaannya duluan, takutnya nanti malu. ”Iya kalau cowok yang ditaksir juga punya perasaan sama, kalau nggak kan tengsin. Namanya bertepuk sebelah tangan. Kecian kan…,”? cetusnya lagi.
Nah, bagaimana komentar Adela Susanti yang akrap dipanggil Dela, mahasiswa perguruan tinggi negeri di Bogor? Katanya, punya perasaan sama lawan jenis sih wajar. Suka, kagum, sampai naksir, lalu jatuh cinta, itu bukaaaan basa basi. Cuman, jangan lantas perasaan itu dieksploitasi dengan pacaran or minta dipacarin. Misalnya, mengutarakan kata hati pada si cowok, lalu ngajak jalan bareng. ”Bukan begitu pelampiasan cinta,” kata Dela yang ngaku pernah mutusin pacar-pacarnya gara-gara nggak mau pacaran ini (wah, berapa banyak cowoknya?). Trus, gimana yang bener?
Jangan Rela Dipacari
Jatuh cinta, itu emang fitrah. Karena, berbarengan penciptaan manusia, kita diberi anugerah gharizah nau’ (naluri melestarikan jenis) yang salah satu manifestasinya adalah tertarik ama lawan jenis. Manifestasi lainnya berupa rasa sayang pada ortu, rasa keibuan, kebapakan, dll. So, kalau kamu naksir cowok, itu wajar. Malah aneh kalau kamu naksir sesama jenis.
Nah, ketika tumbuh benih-benih ‘daun waru’ di hatimu, kamu musti teliti. Apakah itu pertanda kamu udah siap menanggung konsekuensinya, yakni married atau belum. Sebab konsekuensi agar kamu bisa deketan ama cowok yang kamu cintai cuma satu, married. Nggak ada itu istilah pacaran. Kenapa? Karena pada faktanya, aktivitas dalam pacaran banyak yang melanggar aturan Islam.
Pertama, dalam pacaran pasti ada aktivitas pandang memandang aurat, atau memandang disertai syahwat antar dua insan. Ini jelas melanggar aturan Allah Swt agar gadhul bashar (lihat QS An-Nur: 30). Kalau pacarannya pake jilbab dan ikhwannya pake koko lengkap plus pecinya, sambil nunduk lagi, gimana? Ah, itu sih akal-akalan kamu aja!
Kedua, kalau kamu pacaran, berarti kamu bakal pergi berdua-duaan alias mojok. bin khalwat. Padahal itu kan melanggar syara’. Nabi bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka tidak boleh baginya berkhalwat dengan wanita yang tidak bersama mahramnya. Karena sesungguhnya yang ketiga diantara keduanya adalah setan” (HR Ahmad).
Ketiga, kamu pasti ada pembicaraan yang di luar masalah muamalah alias masalah intim. Misalnya ngerumpiin soal perasaan masing-masing, soal hobi, soal keluarga, dll. Padahal, interaksi laki-perempuan dibatasi syara’ hanya untuk masalah muamalah seperti masalah jual beli, pendidikan, pengurusan umat, dakwah, dll. Yah, kecuali kalau udah khitbah, boleh tuh ngomongin soal keluarga atau rencana pernikahan.
Keempat, kadang (atau sering?) pacaran itu disertai aktivitas lebih berani seperti pegang-pegangan, raba-rabaan (copet kali!), pijit-pijitan, ciuman atau yang lebih gawat sampai berzina. Istilahnya pacaran itu acapkali melibatkan KNPI (Kissing, Necking, Petting, Intercourse – terjemahannya cari sendiri ya!). Padahal Islam mewanti-wanti agar tidak mendekati zina, apalagi sampai berzina.
Begitulah, naksir cowok bukan berarti melegalkan kamu buat mencari terobosan agar bisa jalan bareng ama cowok itu. Jadi, kalau tuh cowok ternyata juga naksir ama kamu, jangan malah seneng. Syair lagu Saden ‘Oh senangnya, waktu kau tembak aku, langsung kujawab, iya… kau jadi pacarku’ itu salah. Harusnya… iya…kau jadi suamiku (ceile…), gitu!
Lantas, kalau kamu belum siap terikat dalam pernikahan, alihkan perasaanmu. Kendalikan gharizah nau’ kamu. Camkan dalam kamus hidup kamu untuk tidak pacaran sebelum menikah. Bila syahwatmu muncul, misalnya tiba-tiba kamu naksir sama someone special, alihkan pada kegiatan lain yang lebih bernilai ibadah, silaturahim ke temen, ikut kegiatan yang positif atau baca bacaan Islami (kayak majalah kesayanganmu ini he..he..). Kamu bisa juga membentengi diri dengan shaum.
Oh, ya. Biar kaum Adam nggak gampang kepincut kamu, kamu juga musti hati-hati bila punya pesona. Jangan diobral ke sana ke mari (Itu sih namanya murahan, Non!). So, kalau kamu punya wajah manis kayak Katie Holmes, body aduhai bak Pamela Anderson, senyum menawan layaknya Jeniffer Lopez atau otak secerdik Betty La Fea, bersyukurlah. Tapi, cara mensyukurinya bukan dengan menjadikannya sebagai magnet untuk menarik lawan jenis kamu. Jadi, jangan sengaja menampakkan kelebihanmu itu. Misalnya dengan dandan menor (badut kali!), pakai baju ketat (kayak bacang), pakai parfum yang baunya bikin para cowok klepek-klepek, dll. Ingat kata pepatah, cinta itu datangnya dari mata turun ke hati.
Kalau Cinta Jangan Marah
Trus, kalau naksir cowok itu wajar, meski pelampiasannya bukan dengan pacaran, lalu gimana hukumnya kalau cewek menyatakan perasaan duluan? Dalam konteks meminta untuk dinikahi -bukan buat dipacarin- maka Islam membolehkannya. Jadi nggak usah ngeper meminta dikhitbah, kalau emang udah siap married. Wong Ummul Mu’minin Khadijah aja, nggak jatuh harga diri kok meminta Kanjeng Nabi Muhammad untuk menjadi suaminya.
Tapi, ini bukan masalah emansipasi, lho. But, dalam Islam memang dibolehkan wanita meminta seseorang untuk menikahinya atau mencarikan suami untuknya. Caranya, bisa minta tolong ama ortu kamu, atau melalui perantara orang deketnya cowok or ikhwan idamanmu itu. Hanya saja, jatuhnya khitbah tetap ada pada pihak kaum Adam. Maksudnya, kalau ada cowok yang nggak mau ama kamu, meski udah cinta berat, ya nggak bisa dipaksakan teken kontrak nikah. Jadi nggak usah pake pelet atau dukun segala.
Nah, kalau kamu dilanda cinta, naksir berat ama cowok, jangan marah kalau nggak bisa mengekspresikannya dengan pacaran. Kalau siap married, siapa takut. Tapi kalau belum siap married, yah jomblo aja lagi! Gimana? Yang masih nggandeng pacar, siap mutusin, kan? Nggak apa-apa kok, jangan menangis dong, Non![asri]
Boks ——-

Jurus Hadapi Lawan Jenis

1.????? Jaga tingkah laku kamu, jangan suka menarik perhatian. Misalnya, jangan suka jalan sendirian, apalagi jalannya lenggak-lenggok kayak bus oleng di hadapan sekumpulan kaum adam. Jangan obral senyum manis ke kanan-kiri (ntar dikira orgil), jangan bicara dengan suara merdu mendayu bak penyanyi dangdut yang membuat cowok berpikiran ngeres (lihat QS Al-Ahzab: 33). Jangan pula suka godain cowok. (idih, emangnya apaan). Biasanya, cowok jadi suka ama cewek agre yang mampu menaikkan aliran desir darah mereka. Ujung-ujungnya, mereka terpesona, naksir kamu, ngajak pacaran, dan seterusnya.
2.????? Bila ada yang menyatakan jatuh cintrong ama kamu, apalagi yang berani terus terang mau macarin kamu, langsung aja katakan nggak rela…nggak rela…!? Tegaskan, malah kalau perlu sertakan pula dalil-dalilnya (kalau nggak hapal boleh awa? contekan, kok), bahwa kamu bukan penganut aliran pacaran, termasuk pacaran Islami (emang ada?), apalagi backstreet. Kalau kamu mau, tantang aja si dia buat mengkhitbah or menikahi kamu. Itu sih kalau kamu emang udah siap lahir batin buat married. Kalau nggak, tinggalin aja. (Kasihan deh loo…)
3.????? Jangan pernah menyalakan lampu hijau. Maksudnya, tak usahlah ngasih harapan pada cowok-cowok yang ada hati sama kamu. Itu hanya akan membuat mereka tambah semangat empat lima buat ndeketin kamu. Bisa-bisa, pertahanan yang kamu buat capek-capek ambrol karena godaan ‘syetan’ yang dahsyat.
4.????? Jangan mudah kepincut rayuan gombal atau pujian romantisme para cowok. Biarpun yang merayu itu nggak kalah cute dari Justin Timberlake, atau kata-katanya seromantis lagu-lagu Dewa, nggak usah tergiur. Nggak sedikit cowok tipe perayu yang hanya mau macarin kamu karena menginginkan kenikmatan sesaat dari tubuhmu. Jadi, jangan coba-coba beri kesempatan.
5.????? Jangan mudah kagum and simpati berlebihan ama cowok. Misalnya sama ketua kelasmu, bintang kelasmu -tentunya yang cowok–, atau jangan-jangan sama gurumu. Bahaya! Soalnya, dari kagum dan simpati itulah biasanya benih-benih asmara bisa muncul. So, jangan tiru gadis penakluk yang jatuh hati sama gurunya itu, ya!
6.????? Jangan tergoda teman-temanmu yang penganut aliran pacaran. Kalau kamu diledekin karena masih jomblo, sabar aja. Dakwahi aja teman-temanmu itu bahwa yang namanya pacaran itu kagak bener.? Kalau perlu, sampai mereka putus pacaran. Jadi, mereka yang harus ikut ‘aliran’ kamu, bukan kamu yang terbawa arus pergaulan bebas mereka. Oke?[asri]
[pernah dimuat di rubrik "Banaat", Majalah PERMATA, edisi September 2002]

 http://www.gaulislam.com/kalau-kamu-naksir-cowok

Sabtu, 25 Desember 2010

Ukhtifillah....

Wahai ukhtifillah...Berbanggalah bila saat ini masih menjadi jomblowati yang selalu menjaga kehormatan dalam "Gadhul Bashar" dengan tidak memajang foto wajahmu diberbagai akun dunia maya untuk menghindari fitnah yang keji. Cukuplah kecantikanmu hanya untuk suamimu kelak, sebab ada jalan ta'aruf yang telah diridhoi Allah Azza wa Jalla sebelum pernikahan. Ingatlah hijabmu adalah perisai bagimu. Subhanallah!
Wahai para muslimah,
tidakkah engkau khawatir terhadap foto-foto mu di dunia maya. Apakah engkau dapat menjamin kalau foto mu dalam keadaan aman. Tidakkah engkau marah, jika foto-foto mu yang engkau upload di internet diambil orang, kemudian di cetak dan dipajang mungkin. Yang setiap hari laki-laki jalang memandang, membelai atau mungkin mencium foto-foto mu. Jangan jadikan dirimu sebagai sumber fitnah.
Tidakkah juga engkau khawatir saudariku. Apalagi sekarang teknologi sudah brkembang yg mana foto dgn mudah dapat dimanipulasi dan dipublikasikan. Tidakah engkau lupa saudariku, kalau Allah lah yang telah memberikan wajah nan menawan padamu, dan semua itu hanya titipan. Bukankah Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita menjadi seorang yg amanah. Maka jagalah titipan, itu dan jangan salah gunakan dengan seenaknya. Cukuplah pamerkan keindahan mu itu pada laki-laki yang halal bagimu.
Dan tidak jugakah kau sadari, berapa banyak laki-laki yang goyah imannya karena hal yang kau lakukan. Walau menurutmu itu bukan hal yang berbahaya. Tapi bukankah kita tahu kalau wanita itu sumber fitnah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan :
Tidaklah kutinggalkan suatu ujian yang lebih berat bagi laki-laki melebihi wanita (HR Bukhari)

http://islamishlahiyah.blogspot.com/2010/11/kiriman-teman-renungkanlah.html

Senin, 20 Desember 2010

Persiapan Menjelang Mother Day

assalammu'alaikum..
2010 akhir desember.

hari ibu!
yap. seperti tahun tahun sebelum nya..Keputrian DPD padang yang awalnya merencanakan lomba fotografi "cintaku untuk ibu" akhiranya mendadak menganti rencana tersebut dengan tebar 1000 bunga untuk ibu.
yag nantinya kita akan "menyinsingkan lengan baju" mencari dimana para ibu yang telah mebuat dunia ini "sesak" dengan para anak. hohoooo...


cinta untuk ibu...
sungguh bukan hanya para  tanggal 22 itu saja,
tpi hari itu disematkan sebagai hariibu untuk menunjang kinerja insan-insan dalam pengabdian terhadap sang Ibunda..
sebagaimana telah kita ketahui, Rasulullah berpesan untuk mencintai Ibu dan jangan durhaka padanya(*tidak hanya pada ibu saja, pada ayah juga)...

yep. akhir cerita. untuk para Ummahat(ibu-red), ibu-ibu yang mulia karena jasa dan fitrah nya...
maaf kan lah kami, dengan segala cinta dan kasihmu...
TERIMA KASIH IBU.



HAPPY MOTHER DAY.
bumiAllah.penghujung tahun

Senin, 13 Desember 2010

Wanita dalam Aturan Islam

(adabted) Islam mengharamkan perempuan memakai pakaian yang membentuk dan tipis sehingga nampak kulitnya. Termasuk di antaranya ialah pakaian yang dapat mempertajam bagian-bagian tubuh khususnya tempat-tempat yang membawa fitnah, seperti: payudara, paha, dan sebagainya.
Dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (1) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan bisa masuk surga, dan tidak akan mencium bau surga, padahal bau surga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR. Muslim, Babul Libas)
Mereka dikatakan berpakaian, karena memang mereka itu melilitnya pakaian pada tubuhnya, tetapi pada hakikatnya pakaiannya itu tidak berfungsi menutup aurat, karena itu mereka dikatakan telanjang, karena pakaiannya terlalu tipis sehingga, dapat memperlihatkan kulit tubuh, seperti kebanyakan pakaian perempuan sekarang ini.
Bukhtun adalah salah satu macam daripada unta yang mempunyai kelasa (punuk) besar; rambut orang-orang perempuan seperti punuk unta tersebut karena rambutnya ditarik ke atas.
Dibalik keghaiban ini, Rasulullah seolah-olah melihat apa yang terjadi di zaman sekarang ini yang kini di wujudkan dalam bentuk penataan rambut, dengan berbagai macam mode dalam salon-salon khusus, yang biasa disebut salon kecantikan, dimana banyak sekali laki-laki yang bekerja pada pekerjaan tersebut dengan upah yang sangat tinggi.
Tidak cukup sampai di situ saja, banyak pula perempuan yang merasa kurang puas dengan rambut asli pemberian Allah SWT. Untuk itu mereka membeli rambut palsu yang disambung dengan rambutnya yang asli, supaya tampak lebih menyenangkan dan lebih cantik, sehingga dengan demikian dia akan menjadi perempuan yang menarik dan memikat hati.
Satu hal yang sangat mengherankan, justru persoalan ini sering dikaitkan penjajahan politik dan kejatuhan moral, dan ini dapat di buktikan oleh suatu kenyataan yang terjadi, dimana para penjajah politik itu dalam usahanya untuk menguasai rakyat sering menggunakan sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat dan untuk dapat mengalihkan pandangan manusia, dengan diberinya kesenangan yang kiranya dengan kesenangannya itu, manusia tidak mau lagi memperhatikan persoalannya yang lebih umum.
Aurat wanita yang tak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain (selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan...

Mensosialisasikan Jilbab dan Busana Muslimah

Allah SWT berfirman :
“Hai anak Adam, kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu, dan untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang terbaik bagi kamu.” (Al-A’raf: 26)

Islam adalah agama fitrah. Karena itu, dalam segala urusan kehidupan manusia yang bersifat duniawi, Islam lebih banyak mengikuti ketentuan yang sesuai dengan fitrah manusia yang sempurna. Termasuk di dalamnya adalah masalah pakaian. Islam tidak pernah menentukan ataupun memaksakan suatu bentuk pakaian yang khusus bagi manusia. Islam tidak mempersoalkan model pakaian yang dipakai oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu, bahkan Islam mengakui setiap bentuk pakaian dan arah hidup manusia.
Islam secara tegas telah menetapkan batas-batas penutupan aurat bagi laki-laki dan perempuan. Islam mewajibkan kaum lelaki menutup auratnya dengan pakaian yang sopan, diutamakan dari pusar hingga lutut, sedangkan bagi wanita, diwajibkan menutup seluruh anggota badannya, kecuali wajah dan telapak tangannya.
Jika dilihat dari banyak kasus seperti pelecehan akhlaq, kemesuman, dan perzinahan, salah satu sebabnya ialah karena kebebasan wanita memakai pakaian yang tidak sopan, ajaran Islam sungguh merupakan suatu solusi alternatif yang paling tepat.
Pakaian gaya Barat dirancang bukannya untuk menutup aurat, tetapi untuk mendatangkan syahwat. Menghias diri memakai make up bukannya untuk suami di rumah, tetapi ditujukan untuk menarik perhatian orang di jalan atau pertemuan umum. Selera hidup mereka pun karena tidak dibimbing oleh agama dan lebih terdorong oleh hawa nafsunya, telah menyebabkan budaya mode-mode pakaian mereka yang serba wah, mewah, dan memancing nafsu.
Akibatnya, pergaulan antara pria dan wanita cenderung tidak mengenal kehormatan diri dan tidak lagi didasari oleh iman dan akhlaq yang terpuji. Duduk-duduk berduaan dengan lain jenis ditempat sunyi amat mudah dilakukan di mana saja, dan oleh siapa saja. Sehingga, perbuatan zina pun seakan-akan sudah tidak dianggap sebagai suatu kejahatan, selama hal itu dilakukan dengan dasar suka sama suka antara yang bersangkutan.
Sikap dan perilaku tidak terhormat seperti digambarkan di atas sangat dibenci oleh Islam. Sehingga untuk mencegah dan menangkalnya, Islam telah mensyariatkan pemakaian jilbab bagi wanita muslim.
Allah SWT berfirman :

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu.” (Al-Ahzab: 59)
Ayat ini menegaskan bahwa wanita-wanita mukmin diperintah untuk menjulurkan jilbabnya, yakni memakai hijab untuk menutup auratnya. Adapun yang dimaksud dengan jilbab atau hijab itu adalah sejenis baju kurung dengan kerudung yang longgar bentuknya, yang didesain supaya dapat menutup kepala, muka, dan dada. Model pakaian seperti itu sudah umum dipakai oleh kaum muslimah karena merupakan simbol penampilan wanita pribadi yang shalihah.
Rasulullah saw bersabda, “Wahai Asma’, sesungguhnya wanita itu bila sudah menstruasi (baligh) tidak pantas terlihat tubuhnya kecuali ini dan ini. Dan beliau menunjukkan muka dan telapak tangannya.” (HR Abu Dawud dan Aisyah)
Syariat Islam mewajibkan wanita mengenakan jilbab, yakni berpakaian yang benar-benar menutup aurat, tidak lagi agar kaum wanita tidak terjerumus menjadi alat penggoda bagi setan untuk melecehkan akhlaq dan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan pakaian yang sesuai dengan kaidah Islam itu, setidaknya akan melindungi pemakainya dari godaan setan yang jelalatan di jalanan. Bagi wanita yang memakai jilbab pada umumnya bisa merasakan adanya semacam kendala diri untuk tidak melakukan hal-hal yang terlarang dan dicela oleh syara. Dengan kata lain, jilbab dapat dikategorikan sebagai pengontrol perilaku wanita guna menyelamatkan kehormatan dirinya dari berbagai macam godaan dan rongrongan setan.
Di samping itu, dengan tertutupnya aurat, wanita muslim tidak mudah dijadikan permainan oleh orang-orang yang berniat jahat, terutama kaum lelaki yang mata keranjang dan suka mengganggu kehormatan kaum hawa. Di dalam tubuh wanita diibaratkan ada perhiasan yang harus dijaga. Jika dijaga dengan penutup yang rapat, niscaya perhiasan tersebut akan mudah jadi sasaran kerlingan mata siapa saja. Jadi, sangat berbeda dengan kaum wanita yang gemar mengumbar auratnya di muka umum dengan pakaiannya yang tak senonoh. Kelompok wanita ini, seperti biasanya, akan mudah dituduh sebagai wanita yang tidak berakhlaq mulia dan berselera rendah.
Rasulullah saw bersabda :

“Seseorang wanita yang menanggalkan pakaiannya di luar rumah, yakni membuka auratnya untuk laki-laki lain, maka Allah Azza wa Jalla akan mengelupaskan kulit tubuh si wanita itu.” (HR Imam Ahmad, Thabrani, Hakim, dan Baihaki)
Dulu, jilbab yang merupakan identitas busana muslimah ini pernah menjadi isu politik di sementara negeri-negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Bahkan ketika itu, masyarakat Islam sendiri umumnya masih menganggap bahwa jilbab merupakan busana eksklusif yang hanya dipakai oleh kalangan santri di pondok pesantren atau siswa pada sekolah agama. Sekarang, alhamdulillah, jilbab telah memasyarakat dan menyeruak ke segenap lapisan masyarakat; dipakai oleh kalangan luas, baik santri, pelajar, mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, maupun para wanita karir, di desa maupun di kota-kota besar.
Mengapa busana muslimah sampai di zaman modern ini tetap digemari dan dirasa cocok, baik oleh kawula muda maupun kaum tua?
Selain karena alasan syara, bentuk pakaian jilbab memang tak pernah ketinggalan jaman, dan akan tetap eksis atau bertahan di tengah-tengah masyarakat. Sebab, sebenarnya mode busana muslimah itu tidaklah statis. Boleh-boleh saja ia mengalami renovasi atau pembaharuan mode yang mengacu kepada modernisasi, sebagaimana yang kini telah banyak ditampilkan oleh para perancang mode, asalkan semua itu tidak terlepas dari kaidah-kaidah yang ada dalam Al-Qur’an dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai akhlakul karimah.
Kenyataan ini patut kita banggakan, lebih-lebih dalam rangka membentengi kaum wanita dari persaingan mode-mode pakaian Barat yang semakin norak dan tidak berakhlaq. Kenyataan ini bisa terjadi karena sesungguhnya hukum Islam membolehkan orang Islam mengenakan pakaian dengan bentuk dan model apa saja sesuai dengan zaman dan budaya bangsanya, asalkan dapat berfungsi untuk menutup aurat dan tidak menjurus kepada pemborosan atau kesombongan atau bermegah-megahan. Sebab, Rasulullah saw telah memperingatkan : “Allah tidak akan melihat dengan rahmat pada hari kiamat kepada orang yang memakai kainnya (pakaian) karena sombong.” (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa meninggalkan pakaian yang mewah-mewah karena tawadhu kepada Allah, padahal ia mampu membelinya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di muka sekalian manusia untuk disuruh memilih sendiri pakaian iman yang mana yang ia sukai untuk dipakainya.” (HR Tirmidzi)
– Bersambung


dakwatuna.com 

Minggu, 12 Desember 2010

Teladan Rasulullah Dalam Menyikapi Fitnah dan Ujian Dalam Dakwah

Oleh: Ustadz Abu Jibriel

Perjalanan Dakwah dan Jihad adalah perjalanan hidup orang-orang mulia dan terpuji sepanjang sejarah. Itulah perjalanan para Nabi, Rasul Allah dan orang-orang Shalih. Satu perjalanan yang tidak menawarkan arama harum dari minyak kasturi, kilauan intan- mutiara dan emas berlian yang bercahaya, sebaliknya dipenuhi onak dan duri, batu dan kerikil, tanah pejal mendaki dan berkelok. Hampir tidak ada yang ingin mengikuti dan menempuhnya kecuali hamba-hamba-Nya yang diberi Rahmat dan Barakah. Teror dan berbagai ancaman ditimpakan kepada para Rasul Allah Swt, para Sahabat-sahabat dan Orang-orang Shalih dari para Ulama’ dan Para Mujahid sesudah para Sahabat, tidak ada yang terlepas dari kezaliman, siksaan, pembantaian dan pembunuhan. Perhatikanlah firman Allah Swt berikut:

1) Nabi Nuh As telah di ancam rajam.

“Mereka berkata: “Sungguh jika kamu tidak (mau) berhenti Hai Nuh, niscaya benar-benar kamu akan Termasuk orang-orang yang dirajam.” (QS As Syua’ara, 26:116)

2) Nabi Luth As diancam untuk diusir.

“Mereka menjawab: “Hai Luth, Sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-benar kamu Termasuk orang-orang yang diusir.” (QS. As Syua’ara, 26:167)

3) Nabi Ibrahim As diancam untuk dibakar.

“Mereka berkata: “Bakarlah Dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak.” Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.”(QS. Al Anbiya’, 21:68-69)

4) Nabi Yusuf As diancam untuk dipenjara.

“Wanita itu berkata: “Itulah Dia orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan Sesungguhnya aku telah menggoda Dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi Dia menolak. dan Sesungguhnya jika Dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya Dia akan dipenjarakan dan Dia akan Termasuk golongan orang-orang yang hina.” Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku Termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS. Yusuf, 21:32-33)

5) Nabi Musa As diancam penjara dan bunuh.

Fir’aun berkata: “Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain Aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.” (QS. As Syua’ara, 26:29)

“Dan berkata Fir’aun (kepada pembesar-pembesarnya): “Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena Sesungguhnya aku khawatir Dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.” Dan Musa berkata: “Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu dari Setiap orang yang menyombongkan diri yang tidak beriman kepada hari berhisab.” (QS. Al Mukmin, 40:26-27)

6) Para Nabi diancam untuk diusir dan dirajam.

“Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-rasul mereka: “Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri Kami atau kamu kembali kepada agama kami”. Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka: “Kami pasti akan membinasakan orang- orang yang zalim itu, dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku.” (QS. Ibrahim, 14:13-14)

Mereka menjawab: “Sesungguhnya Kami bernasib malang karena kamu, Sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru kami), niscaya Kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami.” (QS Yasin, 36:18)

7) Adapun Nabi Muhammad Saw dihina dan dikatakan sebagai seorang penyair gila.

“Dan mereka berkata: “Apakah Sesungguhnya Kami harus meninggalkan sembahan-sembahan Kami karena seorang penyair gila?.” (QS. As Shaffat 37:36)

Dan beliau diancam untuk; ditangkap, dipenjara, diusir dan dibunuh,

“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Al Anfal, 8:30)

Dan pernah juga Rasulullah Saw difitnah dalam keluarganya, isterinya yang sangat dicintainya Ash Shiddiqah binti Ash Shiddiq, Aisyah Ra yang terkenal dengan HADITUL IFIK (Berita Bohong). Dan hal ini merupakan suatu bentuk yang akan terus berulang pada setiap generasi, dimana sasaran utama dari tuduhan itu sebenarnya diarahkan kepada pemimpin dengan tujuan hendak menghancurkan kepercayaan para pendukung beliau terhadap kepemimpinan tersebut.

Itulah tradisi yang selalu berulang disepanjang sejarah, bila kekuatan fisik tidak mampu membunuh karakter pimpinan, maka di hadapan musuh tidak ada lagi jalan yang bisa ditempuhnya selain perang psikologis terhadap kepemimpinan tersebut, dengan cara menghancurkannya lewat perang seperti ini. Karena itu, di sini ditampilkan kisah keteladanan ini (HADITUL IFIK) supaya para Da’i dan Mujahid serta para pendukungnya tidak mudah lemah dalam menghadapi segala ujian dan fitnah yang menimpanya, karena musuh selalu menggunakan isu seperti ini, sebagai perang isu yang disebarluaskan oleh musuh dikalangan barisan Islam untuk menghancurkan pimpinan.

Yang terpenting diingat dalam peristiwa ini adalah bahwa berita bohong itu sebagaimana yang telah jelas bersumber dari kaum munafik di bawah bendera pimpinan mereka, Abdullah bin ubay bin Salul. Ketika berita bohong itu masih beredar di kalangan orang-orang munafik, memang tidak ada bahaya apa pun yang bisa mereka timbulkan. Akan tetapi, ketika berita itu sudah masuk ke dalam lingkungan kaum Muslimin, dengan segera berita itu menyebar bagai api membakar jerami. Barulah saat itu tampak betapa besar bahaya keberadaan kaum munafik di tengah umat Islam.

Nash Al Qur’an sendiri, ketika menceritakan peristiwa ini, ternyata lebih banyak mengarahkan tegurannya terhadap kaum Muslimin daripada kepada kaum munafik. Agaknya Al-Qur’an hendak memberi pendidikan terhadap kaum Mukminin yang benar-benar beriman, tapi masih dapat dipengaruhi oleh berita bohong ini dan masih mau menerima pembicaraan orang yang menyangka-nyangka tanpa bukti.

Adapun pelajaran-pelajaran terpenting yang dapat dikemukakan dalam kaitannya dengan berita bohong ini, ialah sebagai berikut.

Pertama, menghindari tuduhan yang masih bersifat prasangka adalah kewajiban pokok yang wajib ditunaikan kaum muslimin. Mereka -terutama para pemimpin- juga harus menyadari bahwa prasangka seperti itu menjadi pusat perhatian lawan maupun kawan. Karena itu, sedapat mungkin agar dapat menghindari tempat-tempat dan hal apa pun yang bisa menimbulkan prasangka buruk.

Kedua, jangan menerima isu begitu saja, sebagaimana difirmankan Allah Ta’ala dalam al Qur’anul Karim,

“Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah di sisi Allah adalah pendusta.” (QS. An Nur, 24:13)

Berita apa pun yang tidak diperkuat dengan bukti, harus ditolak oleh setiap Muslim. Hendaklah pula dia menyadari bahwa menceritakan isu kepada orang lain dan menularkan berita yang tidak diperkuat dengan bukti akan mengubah statusnya menjadi pendusta. Ini adalah ketetapan Al Qur’an terhadap manusia-manusia semacam itu mereka adalah pendusta di sisi Allah, sekalipun orang itu sebenarnya bukanlah yang mengada-ngada berita tersebut dan sekalipun dia sekedar menukilkan dengan sejujurnya apa yang sebenarnya dia dengar dari seseorang, namun dia di sisi Allah tetap tergolong para pendusta.

Ketiga, untuk menimbang secara cermat dalam menilai benar-tidaknya suatu isu, bandingkanlah pribadi orang yang diisukan itu dengan diri anda sendiri. Dengan demikian, pastilah Anda akan tetap memercayai teman Anda itu seperti halnya memercayai diri Anda sendiri. Cara menimbang seperti itu diakui dan dipuji oleh Al Qur’anul Karim, yaitu berkenaan dengan suatu perbincangan antara Abu Ayyub Al Anshari dengan istrinya, Ummu Ayub Ra. Wanita itu berkata,

”Tidaklah kamu mendengar apa yang dikatakan orang mengenai Aisyah?”

“Ya, tapi itu bohong,” jawab si suami, “Apakah kamu melakukannya juga, hai ummu Ayyub?”

“Tidak, demi Allah,”kata si istri, “Mengapa aku harus meniru orang-orang itu?”

“Abu Ayyub menegaskan, “Demi Allah, Aisyah itu lebih baik darimu.” (Ibnu Hisyam, (As Sirah An Nabawiyah, II/303).

Semoga saudaraku, yang masih juga menyebarluaskan isu mengenai temannya atau pemimpinnya, kiranya mau menghitung-hitung barang sedikit, benarkah temannya atau pemimpinnya itu lebih jelek perhatiannya terhadap agama ketimbang dirinya dan benarkah keduanya lebih rapuh kepatuhannya kepada agama dan lebih rendah budinya ketimbang dirinya? Andaikan menimbang diri seperti itu dia lakukan pastilah prasangka buruk itu akan musnah dari pikirannya dan robohlah kabar bohong itu sampai ke akar-akarnya.

Keempat, jangan sekali-kali membiarkan hawa nafsu ikut campur dan berperan dalam menyelesaikan soal tersebarnya kabar bohong.

Di sini, ada dua contoh yang saling berlawanan berkenaan dengan berita bohong tersebut di atas. Yang satu lebih suka memperturutkan hawa nafsu, sedangkan yang lain tidak. Dua contoh itu ditampilkan oleh dua wanita Muslimat bersaudara kandung. Yang pertama ialah Zainab binti Jahsy Ra, salah seorang istri Rasulullah Saw dan yang kedua ialah Hamnah binti Jahsy Ra.

Al Muqrizi telah meriwayatkan dari Zainab tentang dialog yang dilakukannya dengan Rasulullah Saw, di mana istri yang baik budi itu mengatakan kepada suaminya, “Terpeliharalah kiranya pendengaranku dan penglihatanku. Aku tidak melihat pada Aisyah kecuali yang baik-baik saja. Demi Allah, aku tak pernah mengajaknya bicara dan aku memang benar-benar mendiamkannya, tetapi aku hanya mengatakan yang benar.” (Al Muqrizi, Imta’ul Asma’ 1/208).

Jika seorang ‘madu’ sedemikian hebatnya mampu menahan hawa nafsunya untuk tidak ikut-ikut menyebarkan isu, itu menunjukkan betapa tinggi derajat keluhuran budi yang telah dicapai oleh wanita Muslimat ini. Kemudian menyatakan bahwa Zainab sama sekali tidak terlibat dalam menyebarkan berita bohong ini. Dalam suatu pembicaraan, Aisyah Ra. Bahkan pernah mengatakan, “Tidak seorang pun yang menyaingiku di sisi Rasulullah Saw selain Zainab binti jahsy.”

Dengan pernyataan ini, agaknya Aisyah menempatkan Zainab pada posisinya secara tepat dalam persaingannya dengan dirinya sebagai sesama istri Rasulullah Saw. Namun demikian, dia tidak berkeberatan untuk memuji madunya itu berkenaan dengan kasus berita bohong tersebut. Aisyah mengatakan, “Adapun Zainab benar-benar dipelihara Allah, berkat kepatuhannya kepada agamanya. Dia tidak berkata apa-apa.”

Lain halnya dengan sikap kedua yang ditunjukkan oleh Hammah, saudara perempuan kandung Zainab. Dia justru ikut menyebarluaskan berita bohong itu dari rumah ke rumah, seolah-olah tak ada halangan apa pun di depan matanya, meski semua itu sebenarnya dia lakukan demi membela posisi Zainab di sisi Rasulullah Saw. Sampai-sampai Aisyahsberkata, menanggapi perbuatan saudara madunya itu, “Adapun saudara perempuan Zainab, Hammah, dia menyebarkan berita bohong itu seluas-luasnya. Dia melawan aku demi saudaranya. Tapi gara-gara itu, dia celaka.”

Bagaimanapun, kita kagum sekali kepada Aisyah Ra. Karena ternyata dia mampu membedakan antara dua sikap yang berbeda dari kedua wanita bersaudara kandung itu dan sama sekali tidak menimpakan kepada Zainab kesalahan yang dilakukan saudaranya itu.

Kelima, beban terberat dalam mengahdapi haditsul-ifki adalah sikap yang mesti diambil oleh orang yang diisukan.

Adapun manhaj yang harus menjadi pegangan dalam hal ini ialah janganlah membalas berita bohong dengan berita bohong yang lain dan janganlah membalas isu yang dusta dengan isu lain yang serupa. Hendaklah pula orang yang diisukan itu mampu menahan diri. Maksudnya, jangan membiarkan lidahnya berbicara yang melanggar kehormatan orang lain, sekalipun orang lain itu telah menganiaya dirinya, sampai terbukti dirinya benar dan tidak bersalah. Inilah sikap yang sangat penting, yang kita serukan kepada siapa pun yang sedang terkena isu.

Sekarang, baiklah kita perhatikan teladan yang baik yang telah dicontohkan oleh tiga contoh yang terlanggar kehormatannya dalam kasus haditsul ifki tersebut di atas.

Muhammad Rasulullah Saw, junjungan seluruh umat manusia, yang diwaktu itu beliau juga berstatus sebagai panglima, kepada Negara, dan pemegang kekuasaan. Dengan hanya satu isyarat saja dari beliau, sebenarnya dapat saja melayang nyawa siapa pun yang berani mempecundangi kehormatan beliau. Namun demikian, dalam mengahdapi masalah ini -setelah bermusyawarah dengan para sahabatnya yang terkemuka- beliau hanya berpidato di hadapan kaum muslimin di atas mimbar seraya berpesan, setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya, “Hai sekalian manusia, mengapa ada orang-orang yang menyakitiku mengenai keluargaku dan mengatakan yang tidak benar mengenai mereka. Demi Allah, aku lihat keluargaku baik-baik saja. Orang-orang itupun mengatakan pula hal yang serupa terhadap seorang lelaki, yang demi Allah, aku lihat dia pun baik-baik saja dan dia tak pernah masuk ke salah satu rumah di antara rumah-rumah (keluarga)ku kecuali bersamaku.”

Begitu pula terjadi suatu krisis hubungan antara dua kelompok, Aus dan Khajraj, berkenaan dengan berita bohong ini, Rasulullah Saw tak lebih hanya menjadi penengah, sekalipun salah satu pihak menyatakan pembelaannya terhadap orang-orang yang terlibat dalam mencaci maki Aisyah s. Sedang yang lain menyerangnya dengan berbagai tuduhan. Walaupun demikian, beliau hanya meredakan emosi masing-masing dan tidak berpihak kepada siapapun karena beliau tidak memiliki bukti-bukti untuk membantah pihak yang menuduh. Walaupun ketika Shafwan Ra. Melampiasakan kekesalannya yang amat sangat dalam membela dirinya, lalu dipukulnya Hasan bin Tsabit atas tuduhannya, Rasulullah Saw tetap tidak mendorongnya atau pun memberinya semangat untuk meneruskan tindakannya itu selagi belum ada bukti, padahal beliau tengah berupaya membersihkan segala tuduhan atas diri orang yang paling ia cintai, Aisyah ra.

Pada waktu itu, Hassan maupun Shafwan telah hadir di hadapan Rasulullah Saw. Marilah kita perhatikan pengadilan yang tenang itu terhadap dua orang prajurit yang telah bertindak melampaui batas.

Shafwan Ibnul Mu’athal berkata, “Ya Rasul Allah, dia telah menyakiti hatiku dan mengejekku, lalu aku marah sampai aku memukulnya.”

Bersabdalah Rasulullah Saw kepada Hassan, “Bersikap baiklah kamu hai Hassan, Tegakah kamu menjelek-jelekkan kaumku, padahal Allah telah menunjuki mereka kepada Islam?” Beliau lalu menasehatinya pula seraya bersabda, “Berbuat baiklah kamu, hai Hassan, mengenai pukulan yang telah menimpa dirimu.”

Hassan pun menerima nasihat beliau, lalu dia serahkan diyat (denda) atas pukulan itu kepada beliau, seraya berkata, “Diyat-nya untukmu wahai Rasul Allah.”

Menurut riwayat Ibnu Ishak, “Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Ibrahim bahwa Rasulullah Saw kemudian memberi Hassan sebidang tanah sebagai pengganti dari diyatnya itu dan ditambahnya pula dengan seorang budak wanita mesir bernama Sirin. Wanita itu dikemudian hari melahirkan untuknya seorang anak bernama Abdurrahman bin Hassan.” (Ibnu Hisyam, II/305-306)

Demikian pukulan yang di lakukan Shafwan terhadap Hassan telah dibayar dengan sebidang tanah dan seorang budak wanita. Rasulullah-lah yang membayarnya kepada Hassan bin Tsabit, setelah dia menyatakan memberi maaf kepada Shafwan Ibnu Mu’aththal, padahal orang yang diberi itu tadinya telah mengubah sya’ir yang berisi tuduhan terhadap istri beliau sendiri dan dengan sya’irnya itu ia pergi ke mana-mana menyebarluaskan isu itu tanpa henti.

Abu Bakar Ra dan istrinya, Ummu Ruman. Mereka berdua telah mendapat cobaan luar biasa yang tak pernah menimpa seorang Muslim lainnya. Walau demikian, yang dikatakan oleh ibu yang penyabar itu, yang telah dipecundangi kehormatannya, dikecam dan dihina, tak lebih dari, “Anakku, tenangkan dirimu. Demi Allah, seorang wanita cantik menjadi istri seorang lelaki yang mencintainya, sedangkan madunya pun banyak, jarang sekali yang luput dari omongan-omongan yang di lontarkan oleh madu-madunya maupun oleh orang lain.”

Adapun Abu Bakar Ra tak bisa berbicara apa-apa selain, “Saya tak pernah melihat satupun keluarga di kalangan bangsa Arab yang mengalami cobaan seperti yang dialami keluarga Abu bakar. Demi Allah, omongan-omongan ini tak pernah di ucapkan orang terhadap kami di zaman Jahiliyah, di kala kami tidak menyembah Allah. Tetapi, di masa Islam, justru kami mengalaminya!”

Aisyah, yang tak henti-hentinya menangis sehingga dia yakin tangis itu akan menghentikan detak jantungnya. Ketika dia berhadapan dengan Rasulullah Saw dan beliaupun menanyakan kepadanya mengenai berita itu, dan dia hanya mengatakan, “Sesungguhnya aku, demi Allah, telah tahu betul bahwa tuan-tuan telah mendengar berita ini, lalu hati tuan tuan-tuan termakan olehnya lalu mempercayainya. Jadi, kalaupun aku katakan kepada tuan-tuan bahwa aku tidak bersalah, tuan-tuan takkan mempercayaiku. Kalau pun aku mengakui kepada tuan-tuan tentang sesuatu, yang Allah pasti tahu aku bersih darinya, barulah tuan-tuan akan mempercayaiku. Sesungguhnya aku, demi Allah, tidak mendapatkan suatu teladan untuk diriku selain ayah nabi Yusuf ketika dia berkata, “….maka kesabaran baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah di mohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu sekalian ceritakan. (QS. Yusuf : 18).

Sungguh, itulah sikap yang tiada taranya dalam sejarah dari sebuah keluarga paling suci di muka bumi ini. Mereka dipecundangi kehormatan dan kemuliaanya, namun tidak seorang pun dari mereka yang keluar batas dan tidak terlontar sepatah kata pun dari mereka yang meninggung perasaan orang lain, bahkan masing-masing tetap mampu mengendalikan urat sarafnya.

Adapun yang keluar batas hanyalah Shafwan Ibnu Mu’aththal Ra. Saking kesalnya, dia pukul Hassan dengan pedangnya dan hampir saja ketelanjurannya mengakibatkan perisyiwa besar seandainya tidak segera dilerai oleh Rasulullah Saw.

Demikianlah adab Islam yang luhur terhadap orang-orang yang menyebarluaskan isu yang keliru dan berita bohong.

Keenam, sikap terakhir yang dapat kita simpulkan dari peristiwa haditsul-ifki ialah menghukum orang-orang yang terpedaya yang terlibat dalam menyebarkan fitnah. Dengan demikian, berarti tidak cukup dengan pernyataan bahwa si tertuduh tidak bersalah dan tidak cukup dengan sekadar sang pemimpin menolak segala perkataan buruk yang dilontarkan kepada pihak yang terkena fitnah, lalu habis perkara. Harus ada hukuman tegas yang dilaksanakan di tengah masyarakat muslim terhadap siapa pun yang menyebarkan isu, setelah dilakukan pemeriksaan secermat-cermatnya.

Akan tetapi, kenyataan yang terjadi sekarang, gerakan Islam malah membiarkan begitu saja si penyebar isu dan berita bohong. Karenanya, masyarakat tak habis-habisnya digoncang oleh berbagai macam fitnah.

Sebagai contoh, cukuplah kita sampaikan bahwa hukum Islam terhadap tiga tokoh penyebar berita bohong tersebut, Misthah bin Utsatsah, Hassan bin Tsabit, dan Hammah binti Jahsy, ialah dijatuhkannya hukuman had al-qadzaf kepada mereka, yakni didera delapan puluh kali, sekalipun ada sebagian riwayat yang menyatakan bahwa jenis hukuman ini baru diterapkan sesudah itu. Jadi, tidak dilaksanakan terhadap ketiga orang itu. Hal ini karena mereka melakukan tuduhan sebelum turunnya ayat mengenai hukuman-hukuman had.

Peristiwa seperti ini justru terjadi pada periode da’wah ini karena sejarah da’wah sebelumnya memang tak pernah menyaksikan terjadinya peristiwa yang serupa di kalangan masyarakat Islam sendiri. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa terjadinya isu biasanya pada saat lemahnya bangunan internal dan pada saat ada kesiapan untuk menerima isu. Sebaliknya, di kala umat sibuk dengan perjuangan dan peperangan menghadapi musuh, jarang sekali isu dapat memengaruhi jiwa mereka.

Dari pelajaran diatas cukuplah bagi kaum Muslimin dan Muslimah yang baru bergabung dalam perjuangan ini menjadikannya sebagai teladan hidup yang paling berharga.Semoga keberkatan untuk kita.

Wallahu’alam…

Oleh: Ustadz Abu Jibriel

Source: http://www.abujibriel.com
http://arrahmah.com/index.php/blog/read/10119/teladan-rasulullah-menyikapi-fitnah-dan-ujian-dalam-dakwah-dan-jihad

Gunakan Hijabmu Wahai Saudariku

Di bawah ini keterangan bagaimana hijab yang syar’i, yang telah diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla padamu. jangan biarkan hijab anda seperti apa yang mereka kehendaki, dengan alasan cinta dan kasih sayang.

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menghendaki jilbab itu sebagai penutup tubuhmu dari pandangan matamata serigala, penjaga rasa malu, dan memelihara kehormatanmu. Karena itu, jangan anda campakkan rasa malu itu dengan menjauhi perintah-Nya, sebaliknya pegang teguhlah perintah itu, karena perasaan malu selalu membawa kepada kebaikan.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari – Muslim dari “Imran bin Hushain Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah rasa malu itu ada, kecuali selalu mendatangkan kebaikan.”

Demikian juga Imam Hakim dan yang lainnya mengeluarkan hadits dari Ibnu Umar Radhiallahu anhuma, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Perasaan malu dan iman itu selalu berdampingan, bila salah satunya hilang, hilanglah yang lainnya.”

Maka peganglah dengan teguh perkara yang dapat membawa kebaikan dan mendekatkan diri anda kepada Allah Azza wa Jalla. Ketahuilah bahwa kehidupan di dunia ini adalah sementara, sedang kehidupan akhirat adalah kekal/selama-lamanya.jangan anda jual kenikmatan yang abadi itu dengan harta dunia yang sirna ini.

Allah Subhanahu wa ta’ala, berfirman:

وما الحياة الدنيا إلا لعب ولهو وللدار الآخرة خير للذين يتقون أفلا تعقلون

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan sendau gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahami-nya?” (QS Al An’am: 32)

Berikut ini sifat hijab yang syar’i, saya mohon kepada Allah Azza wa Jalla agar memberikan pertolongan kepada anda untuk memegang teguh padanya, dan menjadikan anda termasuk orang-orang yang mendengarkan nasehat dan mengikuti jalan yang baik.

1. 1. Hijab itu hendaknya menutupi seluruh badan, dari atas kepala, sampai di bawah mata kaki, kecuali bagian-bagian yang dikecualikan oleh syariat.
2. Hendaknya jilbab itu luas dan longgar, sehingga tidak nampak bentuk tubuh dan anggota-anggota badan.
3. Kain jilbab itu harus tebal, sehingga tidak menampakkan warna kulit atau yang lainnya.
4. Tidak bersifat menghias tubuh yang menarik pandangan pria, karena tujuan jilbab itu sendiri adalah untuk menutupi keindahan tubuh.
5. Tidak menyerupai pakaian pria.
6. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir.
7. Tidak menyolok dan menarik pandangan orang.
8. Tidak memakai pewangi atau minyak wangi yang tercium baunya.

Demikianlah syarat-syarat jilbab yang Syar’i, yang masing-masing ada dalilnya baik dari Al Qur’an maupun Sunnah, dan sengaja tidak saya cantumkan supaya tidak terlalu panjang pembahasanny.

http://myquran.com/forum/content.php/250-Gunakan-hijabmu-wahai-saudariku

Segumpal Daging Penentu

ketika hatimu berlabuh cinta selain Dia..
lupakanlahh..
ketika bibirmu berucapa cinta selain hanya untuk-Nya. menjauh laahh..
ketika sebuah musim mengigit tulang-tulang mu dan engkau berteduh pada jaket kulit hitam nan hangat dari nya, segeralah ingat...
tetapi.


Jika dihatimu bersemi bunga indah yang siap mekar karena setiap hari kau pupuk,berbahagialahh !

Fastabiqul Khairat !
Uhibbukunna Fillah. Ya akhwatii..
^_^

Hanya Islam Yang Memuliakan Perempuan

Kebobrokan Kapitalisme

Kapitalisme telah membuat kehidupan manusia sangat menderita. Ekonomi kapitalis telah melahirkan kemiskinan yang mengerikan. Karena kemiskinan, banyak wanita terpaksa bekerja dan meninggalkan peran utamanya sebagai ibu. Akibatnya, mereka banyak yang stres dan hilang naluri keibuannya. Tak sedikit ibu yang melakukan tindak kekerasan pada anak mereka karena stres. Karena tekanan ini ada juga istri yang membunuh suaminya.

Karena kemiskinan pula, banyak istri menjadi sasaran kekerasan para suami. Akibatnya, angka gugat cerai bertambah (63% dari 131.518 kasus perceraian di tahun 2009). Disharmonisasi keluarga ini juga mengakibatkan penderitaan pada anak-anak. Kebahagiaan hidup dan harapan masa depan mereka terenggut. Akibat kemiskinan pula timbul kasus gizi buruk, utamanya pada anak-anak; wanita menjadi tenaga kerja dan tidak sedikit dari mereka menjadi korban perdagangan wanita. Mereka dilacurkan karena keadaan. Jumlah PSK tahun 2008, yang dilansir website GP Anshor, adalah sebanyak 270.000 dengan pelanggannya berjumlah 10 juta orang.

Ide kebebasan (Liberalisme) ala Kapitalisme juga telah mengubah perilaku manusia bak binatang. Budaya permisif menumbuh-suburkan pornografi-pornoaksi yang memicu adanya seks bebas. Seks bebas kemudian menyebabkan banyak kasus hamil tak diinginkan. Akibatnya, banyak remaja putri yang melakukan aborsi (2,3 juta kasus per tahun). Seks bebas juga menimbulkan penyakit HIV-AIDS yang mematikan (Data Indonesia: 300 ribu jiwa menderita HIV/AIDS pada 32 propinsi atau 300 kabupaten/kota). Budaya ini telah memunculkan komunitas manusia menyimpang. Akhir-akhir ini muncul kelompok LGBT (Lesbian-Gay-Biseks-Transgender). Mereka memberanikan diri untuk eksis dan mempengaruhi masyarakat agar menerima keberadaan mereka. Cerita-cerita prestatif mereka dikemas sedemikian rupa berharap adanya pengakuan. Kisa-kisah sosial mereka diungkap untuk mendapat simpati. Padahal mereka inilah biang kerok penyakit-penyakit seksual yang mengerikan.

Menuduh Islam

Anehnya, kaum kapitalis-liberal malah berani menuduh Hukum Islamlah yang menyebabkan penderitaan bagi wanita. Mereka menuduh Hukum Islam mengekang kebebasan wanita, yang menjadikan wanita tidak mempunyai ruang gerak yang berkonsekuensi pada kejumudan dan ketertinggalan. Mereka menuduh bahwa keluarga adalah terali besi yang dibuat Islam untuk wanita. Wanita diklaim terjebak dalam aktivitas tak bermakna serta tidak mendatangkan materi dan ‘prestise’.

Hukum Islam yang acapkali dituduh diskriminatif di antaranya: keharusan izin bagi istri kepada suaminya jika akan keluar rumah; keharaman wanita menjadi kepala negara; kewajiban wanita menutup aurat, mendidik anak, serta menaati dan melayani suami; kebolehan lelaki berpoligami; dll. Wanita dalam Islam dianggap tidak diberi kesempatan untuk berkiprah di ranah publik.

Tuduhan keji ini sengaja direkayasa untuk menyesatkan umat dari gambaran pemikiran Islam yang sahih. Sudahlah umat ini tidak mewarisi gambaran utuh syariah Islam berikut penerapannya, dalam tataran pemikiran pun hendak disesatkan. Itulah kelicikan kapitalis. Mereka hendak menutupi kebobrokannya dengan bersembunyi di balik tuduhan terhadap Islam.

Sikap Umat Islam

Umat Islam tentu tidak boleh menempatkan diri sebagai pihak tertuduh sehingga melakukan pembelaan dengan cara yang keliru. Umat harus menjelaskan bahwa justru Islam yang menyelamatkan wanita dari kubangan lumpur Kapitalisme dan hanya Islamlah yang memuliakan wanita dan mensejahterakan manusia.

Karenanya, harus ada upaya penanaman cara berpikir pada umat dengan target sebagai berikut:

1) Umat harus memahami realita persoalan yang terjadi secara benar;

2) Umat memahami hukum Islam terkait dengan realita tersebut;

3) Umat mampu menghukumi realita dengan Hukum Islam yang telah mereka pahami sehingga tergambar jelas bagaimana Islam memecahkan persoalan tadi.

Inilah cara berpikir Islam. Metode berpikir seperti ini yang harus dimiliki umat Islam seluruhnya agar tidak menjadi korban penyesatan Barat.

Hanya Islam

Allah SWT telah menetapkan dalam berbagai nash syariah bahwa wanita adalah barang berharga yang wajib dijaga. Hukum-hukum berikut ditetapkan dengan maksud menjaga kehormatan wanita.

Pertama: Syariah Islam telah menjadikan dua kehidupan bagi manusia, yaitu kehidupan khusus di dalam rumah dan kehidupan umum di luar rumah. Di dalam rumah wanita hidup sehari-hari bersama mahram dan saudara perempuan mereka. Siapa saja yang hendak memasuki kehidupan khusus orang lain wajib meminta izin kepada pemilik rumah. Ini dimaksudkan agar wanita—yang di dalamnya dibolehkan melepas jilbab—tidak terlihat auratnya oleh laki-laki yang bukan mahramnya (Lihat: QS an-Nur [24]: 27).

Dalam kehidupan umum Islam mewajibkan wanita untuk menggunakan pakaian khas luar rumah yang menutupi seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Mereka wajib mengenakan kerudung (QS an-Nur [24]: 31) dan jilbab (QS al-Ahzab [33]: 59).

Mari kita membandingkan Islam dengan Kapitalisme yang tidak mengatur kehidupan manusia sebagaimana di atas. Siapa saja boleh masuk ke dalam rumah orang lain tanpa izin. Akibatnya, laki-laki asing leluasa masuk dan merusak kehormatan wanita. Sudah banyak kasus keretakan rumah tangga karena istri memasukkan lelaki asing ke dalam rumahnya. Banyak kasus perzinaan remaja yang dilakukan di dalam rumah saat orangtua mereka tidak ada. Banyak peristiwa lain sebagai akibat hukum pergaulan khusus di dalam rumah tidak diterapkan.

Di sisi lain, Kapitalisme memandang pakaian Muslimah (kerudung dan jilbab) sebagai penghambat gerak wanita. Padahal apa yang terjadi saat wanita mengumbar auratnya? Mereka menjadi korban pelecehan seksual dan obyek industri pornografi-pornoaksi yang nyata-nyata membahayakan kesucian dan kehormatan dirinya. Jadi jelas, kewajiban berkerudung dan berjilbab bagi wanita adalah agar mereka terhindar dari orang-orang yang akan mengganggu atau menyakiti mereka.

Kedua, Islam melarang wanita bepergian jauh seorang diri tanpa ditemani mahram mereka. Rasulullah saw. bersabda:

لاَ يَحِلٌّ لإمْرَأَةٍ تؤمِنُ بِاللهِ وَالْيَومِ الآخِرِ أنْ تُسافِرَ يَوْم ولِيْلَة إلاّ وَمَعَها مَحْرَمٌ لَها

Tidak halal wanita yang mengimani Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan sehari semalam, kecuali bersama mahramnya.

Sementara itu ide barat kapitalisme dengan dalih kebebasan memperbolehkan wanita bepergian menempuh perjalanan lebih dari sehari semalam, berpetualang, tanpa harus disertai oleh mahram. Tidak jarang untuk itu wanita meninggalkan keluarga yang dia cintai dan kewajiban utamanya. Sementara sepanjang perjalanan dan petualangan itu, bahaya bisa saja mengancam wanita itu setiap saat. Lantas siapa yang akan melindungi dan membelanya dalam kondisi seperti itu? Inikah yang disebut kebebasan bagi wanita?

Dalam Islam, andai wanita menghabiskan waktu 24 jam perjalanannya, maka ia wajib ditemani oleh mahram mereka. Inilah bentuk penjagaan Islam terhadap kehormatan dan keselamatan wanita dalam perjalanan. Bagaimana dengan Kapitalisme? Tidak peduli sama sekali dengan keselamatan wanita.

Ketiga: Islam melarang wanita berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram-nya. Rasulullah saw. bersabda:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بإمْرَأةٍ إلاّ وَمَعَها ذُوْ مَحْرَم لها، فَإِنّ ثالِثَهُما الشَّيْطانُ

Janganlah seorang pria berkhalwat (berduaan dengan wanita), kecuali wanita itu disertai mahram-nya, karena sesungguhnya yang ketiga adalah setan (HR Muslim).

Kebebasan berperilaku yang dibanggakan Kapitalisme memberikan keleluasaan bagi wanita dan pria bergaul bebas. Banyaknya kasus hamil di luar nikah dan kehamilan tak diinginkan membuat hidup wanita tak bahagia. Wanita yang kegadisannya sudah direnggut tidak akan pernah hidup tenang. Belum lagi bila mereka memilih untuk menggugurkan kehamilannya akan menghadapi risiko kematian. Kebebasan ini membawa keresahan dalam kehidupan masyarakat. Karena itulah, Islam melarang aktivitas apapun yang mengarah pada zina. Salah satunya adalah larangan ber-khalwat ini, dan bila dilanggar maka pintu zina terbuka lebar. Jadi, sesungguhnya larangan khalwat ini menjamin kehormatan wanita.

Keempat: Islam melarang wanita menampakkan kecantikan mereka (tabarruj) di depan laki-laki asing (QS al-Ahzab [33]: 33). Saat ini tidak sedikit wanita berprofesi sebagai model berjalan berlenggak-lenggok demi me-launching style pakaian terbaru. Pengorbanan yang mereka berikan untuk menjadi model amat besar. Mereka harus menjaga ketat makanan supaya berat badan tidak naik. Mereka rela mengeluarkan uang untuk merawat kebugaran dan kecantikan. Jadi sebenarnya siapa yang mengekang wanita? Padahal keuntungan besar tidak didapat oleh mereka, karena sesungguhnya model wanita hanyalah menjadi alat Barat kapitalis untuk memupuk keuntungan dan self interest mereka.

Kelima: Islam melarang wanita berinteraksi bebas dan bercampur-baur dengan laki-laki bukan mahram, seperti tamasya bersama, makan dan ngobrol bersama, dan sejenisnya. Dampak dari dilalaikannya hukum ini adalah maraknya pergaulan bebas.

Jelas sudah, tuduhan yang dilontarkan kepada Islam adalah salah alamat. Sejatinya orang-orang yang berpikiran Kapitalisme sekular itu telah menunjuk hidung mereka sendiri. Jika kemudian mereka memastikan bahwa hukum-hukum di atas menyebabkan penderitaan bagi wanita, itu salah besar. Jika wanita menaati perintah dan larangan tadi maka ia tidak akan punya kesempatan hidup layak, tidak bisa memiliki uang, tidak bisa meraih prestasi, tidak akan mendapatkan kemuliaan di tengah masyarakat, maka anggapan ini salah besar juga. Mengapa? Karena Allah SWT telah memberi kedudukan mulia bagi wanita dengan menetapkan mereka menjadi seorang ibu dan pengatur rumah tangga. Itulah posisi terbaik bagi wanita, karena Allah Pencipta segenap makhluk sangat mengetahui apa yang terbaik bagi mereka. Karena kewajiban utamanya menjadi ibu dan pengatur rumah tangga, maka Islam memberi hak bagi wanita untuk mendapatkan nafkah dari suaminya. Mereka tinggal di dalam rumah, tetapi mendapat pemenuhan kebutuhan hidupnya secara makruf (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 223).

Wanita tidak harus bekerja keluar rumah dan mendapat perlakuan keji. Mereka tidak perlu berpayah-payah mendapatkan uang karena telah dipenuhi oleh suaminya. Islam akan menindak suami yang tidak memenuhi kebutuhan keluarganya dengan baik melalui penguasa kaum Muslim, yaitu khalifah.

Meski wanita tidak bekerja dan mempunyai uang, kedudukan mereka tidak menjadi rendah di depan suaminya dan berpeluang besar dianiaya. Sebab, istri berhak mendapatkan perlakuan baik dari suaminya dan kehidupan yang tenang. Islam menetapkan bahwa pergaulan suami-istri adalah pergaulan persahabatan. Satu sama lain berhak mendapatkan ketenteraman dan ketenangan. Kewajiban nafkah ada di pundak suami, yang bila dipenuhi akan menumbuhkan ketaatan pada diri istri. Pelaksanaan hak dan kewajiban suami-istri inilah yang menciptakan mawaddah wa rahmah dalam keluarga. Jadi, tidak benar bila istri tidak bekerja akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan.

Demi menjamin kedudukan mulia wanita ini, Islam menjauhkan wanita dari lingkup tanggung jawab berat yang ada pada urusan pemerintahan. Hal ini tentunya untuk menjaga kedudukan utamanya sebagai ibu generasi. Bisa dibayangkan bila perempuan menjadi penguasa, pengatur urusan rakyat yang demikian banyak dan kompleksnya, maka urusan rumah dan anak-anak mereka akan terabaikan. Begitu pula untuk menjamin kelangsungan fungsi ibu, Islam membebaskan kewajiban shaum Ramadhan bagi mereka saat hamil dan menyusui, juga membebaskan kewajiban shalat saat mereka haid.

Islam mewajibkan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap wanita untuk memenuhi hak mereka dengan baik, termasuk negara. Negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki agar dapat memberi nafkah pada keluarga mereka. Negara juga wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan, khususnya oleh wanita, seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan yang baik agar para wanita bisa menjalankan perannya yang mulia dengan baik pula. Negara wajib menjamin keamanan dalam kehidupan publik agar saat wanita keluar rumah untuk menunaikan kewajiban yang dibebankan padanya mereka mendapat ketenangan.

Perlindungan dan pemenuhan kebutuhan wanita oleh negara telah banyak dibuktikan dalam sejarah pemerintahan Islam. Misal, saat seorang Muslimah berbelanja di pasar Bani Qainuqa, seorang Yahudi mengikat ujung pakaiannya tanpa dia ketahui sehingga ketika berdiri aurat wanita tersebut tersingkap diiringi derai tawa orang-orang Yahudi di sekitarnya. Wanita tersebut berteriak. Kemudian salah seorang Sahabat datang menolong dan langsung membunuh pelakunya. Namun kemudian, orang-orang Yahudi mengeroyok dan membunuh Sahabat tersebut. Ketika berita ini sampai kepada Nabi Muhammad saw., beliau langsung mengumpulkan tentaranya. Pasukan Rasulullah saw. mengepung mereka dengan rapat selama 15 hari hingga akhirnya Bani Qainuqa menyerah karena ketakutan.

Kemudian kisah pada masa Khalifah al-Mu’tashim Billah berkaitan dengan pembelaan Khilafah terhadap kehormatan wanita. Ketika seorang wanita menjerit di Negeri Amuria karena dianiaya dan dia memanggil nama Al-Mu’tashim, jeritannya didengar dan diperhatikan. Dengan serta-merta Khalifah al-Mu’tashim mengirim surat untuk Raja Amuria “…Dari Al Mu’tashim Billah kepada Raja Amuria. Lepaskan wanita itu atau kamu akan berhadapan dengan pasukan yang kepalanya sudah di tempatmu sedang ekornya masih di negeriku. Mereka mencintai mati syahid seperti kalian menyukai khamar…!”

Singgasana Raja Amuria bergetar ketika membaca surat itu. Lalu wanita itu pun segera dibebaskan. Kemudian Amuria ditaklukan oleh tentara kaum Muslim.

Pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab ia biasa melakukan ronda keliling rumah penduduk setiap malamnya. Satu malam dia mendengar suara tangisan anak-anak dari satu rumah yang ternyata menangis karena kelaparan. Ibu anak-anak itu tengah memasak batu yang tentunya tidak akan pernah kunjung matang. Melihat itu, Khalifah Umar bersegara mengambil sekarung gandum yang beliau bawa sendiri dan diberikan kepada ibu tersebut.

Pada satu malam lainnya, ia mendengar keluhan seorang perempuan—melalui senandung syair—yang rindu akan suaminya yang tengah menjalankan tugas di medan pertempuran. Lalu Khalifah Umar ra. bergegas mendatangi putrinya, Hafshah, untuk bertanya berapa lama seorang wanita tahan menunggu suaminya. Dari jawaban Hafshah, Khalifah Umar mengirimkan perintah kepada para panglima perang yang berada di medan pertempuran, agar tidak membiarkan seorang pun dari tentaranya meninggalkan keluarganya lebih dari empat bulan.

Banyak kisah lainnya yang menunjukkan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan wanita. Sayangnya, saat ini Negara Islam (Khilafah) yang menerapkan hukum-hukum tersebut tidak ada.

Apa yang Harus Diperjuangkan Wanita?

Melihat permasalahan yang dihadapi wanita akibat dari penerapan sistem kapitalis-sekular, tidak ada cara dan solusi yang lebih tepat untuk menyelamatkan kehormatan dan kemuliaan kaum wanita selain dengan penerapan syariah Islam. Perjuangan saat ini fokus pada penegakan Khilafah yang akan menerapkan syariah secara kaffah. Dengan syariah, kehormatan dan kemuliaan wanita dapat terjaga; seluruh kebutuhan hidup wanita juga dapat terpenuhi.

Tegaknya Khilafah, di samping sebagai kebutuhan, juga merupakan kewajiban bagi seluruh Muslim. Oleh karena itu, kepada kaum wanita sebagai bagian dari umat Islam, mari kita mengembalikan Islam pada kehidupan nyata sebagaimana yang sudah terjadi sebelumnya. Yakinlah bahwa hanya Islam dan Khilafah yang akan memuliakan wanita.

Wallahu a’lam bi ash-shawab. [Ratu Erma R.]

http://www.al-khilafah.co.cc/2010/12/hanya-islam-yang-memuliakan-perempuan.html

Untukmu Muslimah

Jadilah wanita laksana mutiara ditengah lautan yang indah di pandang, namun sulit dipegang oleh siapapun kecuali Allah telah meridhoinya,

dan jadilah Wanita yang Istiqomah dijaln-Nya...

*anonim

Sabtu, 11 Desember 2010

Akhwat Genit dan Dakwah Abal-abal

Akhwat dengan Dakwah abal-abalnya…
Lihat aja kerjaan mereka rapat sampe pulang larut malam, berjuang demi dakwah tapi menelantarkan Iffah (harga diri) mereka.

Akhwat yang Genit itu…
Tuh lihat saja si fulana berteriak tentang dakwah, menggunakan hijab ketika sedang syuro dengan ikhwan, tapi dibelakang masih suka aja ngirim sms tausyiah ke ikhwan…
cie ile..maksudnya sih nasehat… nasehat apa nasehat tuh Ukh…

Akhwat genit itu…
Yang satu ini lebih parah lagi, saking begitu perduli sama palestina… Nonton nasyid Palestina sampai jingkrak jingkrakan nggak karuan… nggak moshing aja sekalian ukh! biar manteb.. biar METAAAL sekaliaaan! CADAAAAAAS!

Akhwat genit itu…
Wedew… lihat aja tuh akhwat yang jilbabnya panjang buangetttt.. tapi kenapa ya..? kalau habis nonton nasyid terus pada lari histeris, ngantri sama munsyid yang udah jadi thagut… minta tanda tanganlah! Minta foto barenglah!… payah dagh!

Akhwat dengan Dakwah abal-abalnya…
Nggak kalah parahnya sama yang lain, retorika dakwahnya sih bagus, eh… pas nikah kerjaannya khawatir melulu, ngak mau sabar nemenin perjuangan suaminya… Akhirnya futurlah si suami yang dulu waktu di kampus asooooy berat semangat dakwahnya. Sekarang udah sibuk NYARI DUIT lantaran ‘TANGGUNG JAWAB’ keluarga…nuntuuuuut terus!

Akhwat dengan Dakwah abal-abalnya…
Kalau umur 20 tahunan akhwat-akhwat ini memang pada jual mahal kalau ada ikhwan yang khitbah, ntar pas umur 25 tahun pada cari yang ideal… ntar kalau ngak dapat-dapat sampai umur 30.. SIAPA AJA DAH! nah tahu rasa lu…sok ideal sih!

Akhwat dengan dakwah abal-abalnya…
Katanya aktivis dakwah..? katanya teguh menegakkan tauhid..? tapi kok kamu marah ya ukh waktu Aa Gym Poligami..? kenapa oh kenapa..?

Akhwat genit itu…
Tuh lihat aja si fulana, kalau ketemu ikhwan yang pendek kecil dan tidak menarik itu pasti JAGA PANDANGAN, busyet dagh pas ketemu ikhwan tinggi putih dan lagi nyelesain S2 itu… bukan cuma mata yang jelalatan tapi hatinya luntur sama thagut perasaan…payah dagh…

Akhwat genit itu…
Cie ile… peduli banget ukh sama ikhwan… eh ngapain berlagak minta pendapat sama ikhwan tentang diri ukhti, minta pendapat apa cuma ingin diperhatiin aza sama ikhwan… hayo ngaku…ngaku…ngaku…?

Akhwat genit itu…
Percaya nggak… si fulana itu depan ikhwan doang sok alim, di kos-kosan sih tetap aja telpon – telponan sama oknum tertentu… ku tunggu kau di batas waktu katanya… hehehe.. gubraks.!

http://mafahimcenter.wordpress.com/2009/07/12/akhwat-genit-dan-dakwah-abal-abal/